https://talenta.usu.ac.id/nlr/issue/feedNeoclassical Legal Review: Journal of Law and Contemporary Issues2024-12-21T16:34:03+07:00Dr. Rosmalinda, S.H., LL.M.rosmalinda@usu.ac.id Open Journal Systems<p style="text-align: justify;"><strong>Neoclassical Legal Review: Journal of Law and Contemporary Issues</strong> is open access, a double-blind peer-reviewed legal journal (ISSN Online 2964-4011). Neoclassical Legal Review: Journal of Law and Contemporary Issues published biannually by Master Program in Law Studies, the Faculty of Law, Universitas Sumatera Utara on <strong>April</strong> & <strong>October</strong>. All papers submitted to this journal should be written in English or Indonesian.<br />The aims of this journal are to provide a venue for academicians, researchers and practitioners for publishing (Research and Review Article) and Book Review. This journal is available in online version. Focus and Scope of this journal are concerning (but are not limited to): Criminal Law, economic Law, Civil Law, Constitutional and Administrative Law, International Law, Human Rights and legal contemporary issues.</p>https://talenta.usu.ac.id/nlr/article/view/18676Penyerangan terhadap Pasukan UNIFIL oleh Israel dalam Perspektif Hukum Internasional2024-10-24T14:37:48+07:00Mochamad Valri Veriandyvalriveriandy@gmail.comAlie Zainal Abidinaliezainal1@gmail.comDewi Cahyandaridewicahyandari@ub.ac.id<p>Penelitian ini menganalisis penyerangan terhadap pasukan UNIFIL di Libanon Selatan pada 10 Oktober 2024 dari perspektif hukum internasional. Insiden tersebut mengakibatkan cedera pada dua personel asal Indonesia dan merusak fasilitas misi. Studi ini menegaskan bahwa serangan tersebut melanggar <em>Convention on the Safety of United Nations and Associated Personnel</em> (1994<strong>)</strong> serta dapat dikategorikan sebagai kejahatan perang menurut Statuta Roma. Selain itu, serangan ini juga melanggar prinsip hukum humaniter internasional, seperti prinsip pembedaan dan proporsionalitas. Kendala penegakan hukum mencakup keterbatasan kapasitas negara tuan rumah, keterlibatan aktor non-negara seperti Hizbullah, dan dinamika politik di Dewan Keamanan PBB. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, dengan pendekatan perundang-undangan, studi kasus, dan analisis konseptual untuk memahami kerangka hukum internasional dan mekanisme perlindungan pasukan perdamaian. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan efektivitas misi PBB dan perlindungan hukum bagi personel perdamaian</p>2024-11-20T00:00:00+07:00Copyright (c) 2024 Neoclassical Legal Review: Journal of Law and Contemporary Issueshttps://talenta.usu.ac.id/nlr/article/view/18326Kepastian Hukum Penerapan Undang-Undang Tipikor dalam Menjerat Pelanggar Prinsip Kehati-hatian2024-11-19T14:16:42+07:00Mahmud Isyac Kurnia Sandyisyacmudchlis01@gmail.comMadiasa Ablisarablisar@yahoo.co.idMahmud Mulyadimahmudmulyadi.dr@gmail.comMahmul Siregarmahmuls@yahoo.co.id<p>Penerapan tindak pidana korupsi terhadap pelanggaran prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit pada bank BUMN/BUMD menjadi topik yang kontroversial. Sebagian pihak berpendapat bahwa pelanggaran tersebut seharusnya dikenakan sanksi berdasarkan Undang-Undang Perbankan, karena berada dalam ranah perbankan. Di sisi lain, ada yang menganggap pelanggaran ini merupakan tindakan korupsi yang merugikan keuangan negara dan harus dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR). Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif untuk mengeksplorasi pengaturan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit di bank BUMN/BUMD serta kepastian hukum yang tepat untuk menindak pelanggaran yang mengakibatkan kerugian negara. Pengaturan ini berdasarkan Undang-Undang Perbankan, POJK, dan SOP, yang menetapkan prinsip kehati-hatian sebagai kewajiban untuk menjaga kepercayaan publik. Pelanggaran terhadap prinsip tersebut tidak dapat dikenakan sanksi pidana korupsi, tetapi lebih kepada sanksi pidana perbankan dan sanksi administratif. Namun, penerapan hukum seringkali mengacu pada mekanisme pengawasan APBN/APBD, yang cenderung mengabaikan sanksi administratif jika memenuhi unsur koruptif, sehingga menerapkan Undang-Undang TIPIKOR. Untuk mencapai kepastian hukum, penting untuk memahami asas lex specialis, di mana dalam kasus yang melibatkan dua undang-undang, yang lebih khusus dan detail harus diprioritaskan. Dengan demikian, dalam konteks pelanggaran di sektor perbankan, Undang-Undang Perbankan seharusnya yang diterapkan, meskipun ada unsur delik dalam Undang-Undang TIPIKOR</p>2025-01-21T00:00:00+07:00Copyright (c) 2024 Neoclassical Legal Review: Journal of Law and Contemporary Issueshttps://talenta.usu.ac.id/nlr/article/view/18351Pelindungan Korban Pemalsuan Data Diri dalam Transaksi Pinjaman Online melalui Penegakan Hak untuk Dilupakan2024-11-19T09:39:57+07:00Elsa Daniella Simbolonelsatbjs@gmail.comMahmul Siregarmahmuls@yahoo.co.idJoiverdia Arifiyantojoiverdia@gmail.com<p>Pelindungan data pribadi merupakan hal yang urgensi dalam layanan pinjaman <em>online</em>, terutama potensi resiko kegagalan dalam melindungi data pribadi seperti kebocoran data yang berpotensi menyebabkan kerugian bagi pengguna layanan seperti pemalsuan data nasabah untuk kepentingan oknum tertentu. Selain adanya sanksi pidana kehadiran mekanisme hak untuk dilupakan menjadi penting sebagai usaha pemulihan data. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual dan dianalisis dengan metode analisis data normatif yang bersifat kualitatif. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa UU No 27 Tahun 2022 Tentang Pelindungan Data Pribadi merupakan rujukan utama bagi pelindungan data pribadi masyarakat, jika dikaitkan pada sektor jasa keuangan <em>peer</em> <em>to</em> <em>peer</em> <em>lending</em> maka pengendali berkewajiban menjaga kerahasian data pribadi peminjam dan menginformasikan kegagalan pelindungan data pribadi. Didalam Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi telah mengakomodir konsep Hak Untuk Dilupakan Pasal 43 mengenai penghapusan data dan Pasal 44 mengenai pemusnahan data. Secara historis pengaturan Hak Utuk Dilupakan juga telah diatur dalam Pasal 26 UU ITE mengenai penghapusan informasi kurang relevan melalui penetapan pengadilan dan diatur dalam Peraturan Pemerintah 71 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaran Dan Sistem Transasksi Elektronik Pasal 16 (<em>right</em> <em>to</em> <em>erasure)</em> dan Pasal 17 (<em>right</em> <em>to</em> <em>delisting)</em>. Peraturan tersebut harus diharmonisasikan sesuai dengan ketentuan UU PDP. Pada Pasal 58 UU PDP mengamanatkan pembentukan lembaga PDP yang tugasnya inheren dalam mengawasi penegakan <em>right</em> <em>to</em> <em>be</em> <em>forgotten</em> di Indonesia. Mulai dari sebagai regulator, pengawas, fasilitator penyelesaian sengketa alternatif dan penegakan sanksi adimistratif</p>2025-01-21T00:00:00+07:00Copyright (c) 2024 Neoclassical Legal Review: Journal of Law and Contemporary Issueshttps://talenta.usu.ac.id/nlr/article/view/18226Perlindungan Hukum terhadap Korban Perbuatan Ingkar Janji Menikah menurut Hukum Perdata2024-11-19T14:15:36+07:00Nita Nilan Sry Rezki Pulungannita.pulungan@usu.ac.idMohammad Ghuffranghuffranputeh@yahoo.co.idDinda Adistya Nugrahanugraha.adistya3@gmail.com<p>Perjanjian menimbulkan perikatan atau menciptakan ikatan hukum yang melahirkan adanya pemenuhan tanggung jawab dan hak masing-masing pihak dalam perjanjian. Peristiwa ingkar janji perkawinan sering kali terjadi. Apabila salah satu pihak membatalkan perkawinan secara sepihak tanpa adanya kesepakatan dengan pihak lainnya, maka pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan ke pengadilan. Peristiwa ingkar janji untuk menikahi pasangan kerap terjadi di indonesia hingga dapat digolongkan dalam perbuatan yang melawan hukum, karena ada unsur-unsur yang dapat digolongkan dalam perbuatan melawan hukum terkandung dalam perjanjian tersebut salah satu pihak melepaskan kewajiban yang seharusnya ia laksanakan kepada pihak lainnya yang merasakan kerugian baik secara <em>materil </em>maupun <em>immateril </em>akan ingkar janji menikahi. Perbuatan melawan hukum adalah perbuatan orang yang melanggar aturan hukum berupa hukum tertulis ataupun hukum tidak tertulis berupa tindakan yang tidak sesuai dengan kepatutan ataupun berlawanan secara nyata dengan norma yang berlaku di masyarakat. Perlindungan hukum yang didapat korban yakni kompensasi nominal berupa ganti rugi yang dibayarkan kepada korban dalam bentuk sejumlah nilai uang sesuai dengan keadilan yang didasarkan pada pertimbangan akibat dari suatu perbuatan melanggar hukum serta kompensasi atau ganti rugi immateriil merupakan ganti rugi yang diberikan pada korban yang didasarkan pada jumlah kerugian yang dialami akibat perbuatan yang melanggar hukum berupa besaran uang yang tidak dapat dikalkulasi secara materil, menurut pertimbangan hakim.</p>2025-01-21T00:00:00+07:00Copyright (c) 2024 Neoclassical Legal Review: Journal of Law and Contemporary Issueshttps://talenta.usu.ac.id/nlr/article/view/19149Peran UNHCR dalam Memberikan Perlindungan terhadap Pengungsi Rohingya di Indonesia pada Masa Pandemi Covid-192024-12-18T16:04:41+07:00Sahira Astiasahira.astia99@gmail.com<p>Penelitian ini bertujuan mengetahui peran <em>United Nations High Commissioner for Refugees</em> (UNHCR) dalam memberikan perlindungan terhadap pengungsi Rohingya di Indonesia pada masa pandemi covid-19 ditinjau dari Hukum Internasional. Persoalan pengungsi menjadi salah satu isu global yang banyak dibicarakan oleh masyarakat internasional. Salah satu pengungsi dari luar negeri yang mencari perlindungan di Indonesia adalah pengungsi Etnis Rohingya. Pandemi COVID-19 memberikan dampak pada setiap lapisan masyarakat, termasuk oleh para pengungsi yang mencari perlindungan di suatu negara. Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian hukum normatif, dengan mengumpulkan sumber berdasarkan studi kepustakaan. Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa pengaturan terhadap pengungsi telah diatur dalam Konvensi 1951 tentang status pengungsi, dibedakan dalam pengungsi lintas batas dan pengungsi internal. UNHCR berperan dalam memberikan RSD (<em>Refugees Status Determination</em>) dan mencarikan solusi jangka panjang bagi pengungsi serta berperan dalam memenuhi perlengkapan kesehatan para pengungsi dan terus berupaya agar para pengungsi ikut termasuk ke dalam sistem respon nasional COVID-19 Indonesia</p>2025-01-21T00:00:00+07:00Copyright (c) 2024 Neoclassical Legal Review: Journal of Law and Contemporary Issueshttps://talenta.usu.ac.id/nlr/article/view/19427Kebijakan Penal Pemaksaan Perkawinan Pasca Perkawinan2024-12-21T16:34:03+07:00Meirani Rubiantomeiranirubianto@mail.ugm.ac.idAman Pratamaamanpratama@mail.ugm.ac.id<p>Pemaksaan perkawinan adalah ketika salah satu pihak dipaksa untuk menikah, umumnya hal ini terjadi pada perempuan karena dia dianggap melakukan pelanggaran adat atau alasan lain yang dianggap melakukan pelanggaran di komunitas tempat dia menetap. Korban dari praktik pemaksaan perkawinan seringkali adalah perempuan, karena perempuan merupakan kelompok yang sangat rentan mengalami kekerasan seksual. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) mengatur mekanisme pelaporan untuk memberikan perlindungan kepada korban melalui lembaga seperti UPTD PPA, kepolisian, dan lembaga sosial lainnya, yang wajib menyediakan pendampingan dan pelayanan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi kebijakan penal terhadap pemaksaan perkawinan menurut perspektif UUTPKS. Mengenai upaya penanggulangan kejahatan melalui kebijakan penal terhadap pemaksaan perkawinan yang tentunya lebih menitikberatkan pada sifat "<em>repressive</em>" (penindasan / pemberantasan / penumpasan) sesudah suatu kejahatan terjadi, sedangkan jalur lainnya yaitu jalur "non-penal" yang akan lebih menitikberatkan pada sifat "<em>preventive</em>" (pencegahan / penangkalan / pengendalian) sebelum suatu kejahatan terjadi. Metode yang digunakan adalah penelitian normatif-empiris dengan pendekatan studi kasus dan pengumpulan data melalui studi kepustakaan yang melibatkan analisis bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Diperlukan peningkatan sosialisasi, aksesibilitas, dan kualitas layanan untuk memastikan implementasi yang efektif dari mekanisme pelaporan tersebut. Dengan demikian, meskipun UU TPKS telah memberikan dasar hukum yang kuat, tantangan dalam implementasinya harus diatasi agar korban dapat memperoleh perlindungan yang optimal</p>2025-01-21T00:00:00+07:00Copyright (c) 2024 Neoclassical Legal Review: Journal of Law and Contemporary Issues