Neoclassical Legal Review: Journal of Law and Contemporary Issues
https://talenta.usu.ac.id/nlr
<p style="text-align: justify;"><strong>Neoclassical Legal Review: Journal of Law and Contemporary Issues</strong> is open access, a double-blind peer-reviewed legal journal (ISSN Online 2964-4011). Neoclassical Legal Review: Journal of Law and Contemporary Issues published biannually by Master Program in Law Studies, the Faculty of Law, Universitas Sumatera Utara on <strong>April</strong> & <strong>October</strong>. All papers submitted to this journal should be written in English or Indonesian.<br />The aims of this journal are to provide a venue for academicians, researchers and practitioners for publishing (Research and Review Article) and Book Review. This journal is available in online version. Focus and Scope of this journal are concerning (but are not limited to): Criminal Law, economic Law, Civil Law, Constitutional and Administrative Law, International Law, Human Rights and legal contemporary issues.</p>Talenta Publisheren-USNeoclassical Legal Review: Journal of Law and Contemporary Issues2964-4011Implementasi Indonesia menuju Negara Kesejahteraan melalui Perlindungan Pekerja Anak berdasarkan Perpres Stranas BHAM
https://talenta.usu.ac.id/nlr/article/view/16728
<p>Alinea IV pembukaan UUD’45 ini jelas memberi pesan terhadap penyelenggara negara untuk selalu berupaya memajukan kesejahteraan umum menuju negara sejahtera. Adapun permasalahan penelitian ini bagaimana upaya Indonesia dalam mencapai negara kesejahteraan? Bagaimana implementasi Indonesia menuju negara kesejahteraan melalui perlindungan pekerja anak menurut Peraturan Presiden Nomor 30 Tahun 2023 Tentang Strategi Nasional Bisnis dan Hak Asasi Manusia (Stranas BHAM)? Penelitian hukum ini bersifat normatif yang menggunakan data sekunder melalui studi kepustakaan. Hasil penelitian yaitu upaya Indonesia dalam mencapai negara kesejahteraan diwujudkan dengan Undang-Undang Kesejahteraan Sosial yang menjelaskan bahwa jaminan sosial yang dikembangkan pemerintah Indonesia ditujukan untuk mensejahterakan dan mengayomi warga negaranya untuk mengurangai penderitaan masyarakat yaitu dalam bentuk kemiskinan, kesehatan, pengangguran dan sebagainya. Implementasi Indonesia menuju negara kesejahteraan melalui perlindungan pekerja anak terdapat pada Peraturan Presiden Nomor 30 Tahun 2023 Tentang Strategi Nasional Bisnis dan Hak Asasi Manusia (Stranas BHAM) yang mempunyai panduan untuk sistem pemantauan dan remediasi pekerja anak di tingkat desa dan pelatihan bagian masyarakat dalam pelaksanaan sistem pemantauan dan remediasi pekerja anak berdasarkan sektor usaha yang diayomi oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak</p>Nabila Marsiadetama GintingAmelia PutriRahimal JannatiRuth Elisabeth Manik
Copyright (c) 2025 Nabila Marsiadetama Ginting, Amelia Putri, Rahimal Jannati, Ruth Elisabeth Manik
https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
2025-05-092025-05-094111010.32734/nlrjolci.v4i1.16728Interdependensi Kewenangan Pemerintah Daerah dengan Otonomi Daerah dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia
https://talenta.usu.ac.id/nlr/article/view/20190
<p>Penelitian ini menganalisis hubungan kewenangan pemerintah daerah dengan prinsip otonomi daerah dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia, khususnya setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Penelitian ini menemukan bahwa Undang-undang Cipta Kerja mengakibatkan pergeseran kewenangan dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat, terutama dalam aspek perizinan, pengawasan, dan penegakan hukum lingkungan hidup. Selain mempersempit ruang kebijakan daerah, perubahan ini juga mengurangi partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. Kondisi tersebut berpotensi melemahkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan mereduksi efektivitas pelaksanaan otonomi daerah. Penelitian ini menegaskan pentingnya menjaga keseimbangan antara kepentingan pembangunan ekonomi nasional dan perlindungan lingkungan hidup berbasis karakteristik lokal agar prinsip <em>good environmental governance </em>tetap terwujud.</p>Averin Dian Boruna Sidauruk
Copyright (c) 2025 Averin Dian Boruna Sidauruk
https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
2025-05-092025-05-0941111910.32734/nlrjolci.v4i1.20190The Connection Between the Crime of Trading in Influence and Gratification in Corruption
https://talenta.usu.ac.id/nlr/article/view/20600
<p>Corruption poses a persistent threat to the foundations of good governance and public integrity. One of the common modes used in corruption practices is trading in influence and gratification. Trading in influence occurs when a person leverages their influence over a public official to obtain certain benefits; unlike bribery, the object of trading in influence is influence itself, not direct authority. Meanwhile, gratification encompasses all forms of gifts or benefits that may affect the independence of officials in making decisions. Both practices have the potential to undermine bureaucratic systems and diminish public trust in the government. This study aims to analyze the correlation between trading in influence and gratification as forms of corruption, as well as to review their impact and implications on the legal and governmental system. The research method used is a normative juridical approach, analyzing relevant legislation and case studies of corruption incidents involving these two practices. The results show that trading in influence and gratification often serve as the entry points for more severe corruption practices. In this context, Article 18 of the UNCAC provides an important conceptual basis for the development of national legal norms to specifically define and address trading in influence. Therefore, there is a need for stronger regulations and more effective law enforcement to prevent and combat these practices</p>Vincentius Patria Setyawan
Copyright (c) 2025 Vincentius Patria Setyawan
https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
2025-05-092025-05-0941202710.32734/nlrjolci.v4i1.20600Hak Ulayat Versus Hak Milik: Dinamika, Konflik, dan Resolusi
https://talenta.usu.ac.id/nlr/article/view/20611
<p>Hak ulayat masyarakat adat di Indonesia telah mengalami perubahan signifikan yang dipengaruhi oleh dinamika sosial, politik, dan hukum. Meskipun pengakuan hak ulayat tercantum dalam berbagai undang-undang, seperti Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang No. 5 Tahun 1960, dan Perubahan melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, masalah terkait pengakuan hukum dan penguasaan tanah adat masih sering memunculkan konflik. Sengketa hak ulayat ini muncul dalam berbagai bentuk, termasuk klaim tumpang tindih antara masyarakat adat, pemerintah, dan perusahaan, serta pengalihan tanah secara ilegal. Konflik juga sering kali disebabkan oleh ketidakjelasan batas tanah ulayat dan konflik internal dalam masyarakat adat. Penyelesaian sengketa melalui jalur musyawarah adat dan peraturan yang lebih inklusif diharapkan dapat mengatasi masalah ini. Kasus Sorbatua Siallagan menunjukkan pentingnya pendekatan hukum yang mengutamakan penyelesaian secara perdata dan musyawarah untuk menyelesaikan sengketa hak ulayat, yang bukan hanya melibatkan aspek pidana, tetapi juga hak-hak sosial dan budaya masyarakat adat. Pemahaman yang lebih mendalam tentang hukum adat dan pendekatan yang lebih adil dapat menjadi solusi untuk memperbaiki perlindungan hak ulayat di Indonesia.</p>Stephy Anggi Eliza TambunanGregorian Aldi Montana TariganAnnekhne Ditalia Ben-Hardty Manurung
Copyright (c) 2025 Stephy Anggi Eliza Tambunan, Gregorian Aldi Montana Tarigan, Annekhne Ditalia Ben-Hardty Manurung
https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
2025-05-272025-05-2741283510.32734/nlrjolci.v4i1.20611Legalitas Kewenangan Notaris sebagai Kuasa Dalam Pendaftaran Merek
https://talenta.usu.ac.id/nlr/article/view/20058
<p>Notaris berperan sebagai pembuat akta otentik berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris. Dalam kapasitasnya tersebut, notaris harus memahami ketentuan yang diatur dalam undang-undang agar masyarakat dapat memahami dengan benar, tidak melakukan hal yang bertentangan dengan hukum, serta memberikan kepastian hukum, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi masyarakat. Dalam proses pendaftaran HAKI berupa merek, masyarakat boleh saja melalui notaris, tetapi hanya dalam membantu penyusunan dokumen atau memberikan nasihat hukum terkait merek. Namun, untuk bertindak sebagai kuasa pendaftaran merek, legalitas kewenangan notaris harus berizin dan terdaftar sebagai konsultan HKI di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Pendaftaran merek dilakukan secara resmi melalui DJKI Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji pengaturan hukum mengenai pendaftaran merek dan legalitas kewenangan notaris sebagai kuasa dalam pendaftaran merek. Metode penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah penelitian hukum normatif yang bersumber dari data sekunder berupa bahan-bahan hukum. Hasil dalam tulisan ini adalah 1) Pengaturan pendaftaran merek di Indonesia diatur oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 67 Tahun 2016 tentang Pendaftaran Merek.; 2) Secara legal, notaris tidak berwenang menjadi kuasa dalam pendaftaran merek kecuali notaris tersebut sudah terdaftar sebagai Konsultan KI di DJKI. Bertindak sebagai kuasa tanpa izin Konsultan KI dapat dianggap melanggar hukum yang berlaku.</p>Fajar Khaify RizkyDody SafnulSutiarnotoJelly LevizaTommy Aditia Sinulingga
Copyright (c) 2025 Fajar Khaify Rizky, Dody Safnul, Sutiarnoto, Jelly Leviza, Tommy Aditia Sinulingga
https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
2025-05-272025-05-2741364310.32734/nlrjolci.v4i1.20058Kontrak Magang sebagai Hubungan Kerja Terselubung
https://talenta.usu.ac.id/nlr/article/view/20087
<p>Pemagangan merupakan salah satu bentuk pelatihan kerja yang diakui secara hukum di Indonesia. Namun dalam praktiknya, skema ini kerap disalahgunakan oleh perusahaan untuk merekrut tenaga kerja murah tanpa memberikan hak dan perlindungan yang layak. Ambiguitas normatif dalam regulasi pemagangan, serta lemahnya pengawasan dari pemerintah, menjadi faktor yang membuka celah eksploitasi terhadap peserta magang di sektor formal. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara kritis praktik penyimpangan kontrak magang dan menilai efektivitas pengawasan ketenagakerjaan dalam mencegah penyalahgunaan tersebut. Penelitian ini menemukan bahwa batas antara pemagangan dan hubungan kerja formal kerap tidak ditegakkan secara jelas, sehingga menciptakan ketidakpastian status kerja bagi peserta magang ataupun pekerja yang sebenarnya dikontrak dengan kontrak magan. Selain itu, pengawasan ketenagakerjaan terbukti belum mampu merespons praktik menyimpang secara memadai, baik karena keterbatasan sumber daya maupun minimnya sistem pelaporan yang efektif. Temuan ini menunjukkan perlunya evaluasi regulasi dan penguatan fungsi pengawasan untuk memastikan bahwa program pemagangan tidak menjadi alat legalisasi eksploitasi tenaga kerja muda.</p>Melva Yuliandini Rangkuti
Copyright (c) 2025 Melva Yuliandini Rangkuti
https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0
2025-05-272025-05-2741445110.32734/nlrjolci.v4i1.20087