Recht Studiosum Law Review https://talenta.usu.ac.id/rslr <p>Recht Studiosum Law Review is a legal science journal and is a double blind peer review journal published by Talenta Publisher, Universitas Sumatera Utara which is managed by the academic community of the Faculty of Law, University of North Sumatra, Indonesia. This journal was first published in May 2022, aiming to attract interest, facilitate and serve as a forum for practitioners and academics who are interested in the field of law and the development of legal science at the national and international level. The focus and scope of this journal are legal issues in the field of Criminal Law; Civil law; Constitutional Law; International law; Administrative law; Islamic law; Business Law; Medical Law; Environmental law; Customary law; Agrarian Law; Philosophy of Law and Issues Related to Law. This journal publishes articles (Research and Review Articles), every May and November.</p> Talenta Publisher en-US Recht Studiosum Law Review 2985-9867 Tinjauan Yuridis Putusan Pengadilan Niaga Terhadap Persamaan Pada Pokoknya Merek Ms Glow Melawan Ps Glow Dengan Dua Putusan Pengadilan Niaga Yang Berbeda (Pn Medan No. Putusan 2/Pdt.Sus Hki/Merek/2022/Pn Niaga Mdn Dan Pn Surabaya No. Putusan 2/Pdt.Sus Hki/Merek/2022/Pn Niaga Sby) https://talenta.usu.ac.id/rslr/article/view/12157 <p>Merek sebagai perwujudan dari Kekayaan Intelektual merupakan aset besar dalam dunia bisnis. Dengan penggunaan merek, perusahaan membangun karakter terhadap produk-produk yang diharapkan dapat meningkatkan reputasi. Sebagai aset besar dalam dunia bisnis, kerap kali pebisnis melakukan pendomplengan merek bereputasi baik dengan membuat merek yang memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar. Permasalahan dalam penelitian ini adalah pengaturan batasan persamaan pada pokoknya terhadap merek dagang di Indonesia, penyelesaian sengketa merek dagang terhadap kemiripan (persaman pada pokoknya) merek dagang yang terdaftar, serta tinjauan kasus dua putusan pengadilan antara MS GLOW&nbsp; dengan PS GLOW&nbsp; terhadap kemiripan (persaman pada pokoknya) merek dagang yang terdaftar. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang bersifat deskriptif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Kesimpulan penelitian ini bahwa Persamaan pada pokoknya adalah kemiripan (hampir sama atau serupa) disebabkan adanya unsur-unsur yang menonjol antara merek terdaftar dengan merek lain pada produk sejenis, sehingga menimbulkan kesan adanya persamaan unsur elemen dengan merek tersebut. Bahwa penyelesaian sengketa merek dagang terhadap persaman pada pokoknya dengan merek dagang yang terdaftar dapat dilakukan secara litigasi melalui pengadilan niaga dan non litigasi melalui arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa. Analisis Putusan Nomor 2/Pdt.Sus.HKI/Merek/2022/PN Niaga Mdn dan 2/Pdt.Sus.HKI/Merek/2022/PN Niaga Sby, dicermati Putusan Majelis Hakim PN Medan No. 2/Pdt.Sus.HKI/Merek/2022/PN Niaga Mdn kurang tepat dalam menjatuhkan putusan karena bertentangan dengan Pasal 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU MIG) sehingga tidak mendapat perlindungan sebagaimana Pasal 83 UU MIG. Dalam putusan No. 2/Pdt.Sus.HKI/Merek/2022/PN Niaga Sby pertimbangan Majelis Hakim sesuai berdasarkan Pasal 3 dan 83 UU MIG.</p> Dinda Aprilia Batubara Saidin Faradila Yulistari Sitepu Copyright (c) 2024 Dinda Aprilia Batubara, Saidin, Faradila Yulistari Sitepu https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-11-12 2024-11-12 3 2 112 129 10.32734/rslr.v3i2.12157 Rekonstruksi Undang - Undang Pengadilan Hak Asasi Manusia Sebagai Upaya Penyelesaian Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat Masa Lalu https://talenta.usu.ac.id/rslr/article/view/14231 <p>Indonesia dalam perkembangan ketatanegaraanya pasca kemerdekaan terutama pada masa Orde Baru telah mengalami berbagai persitiwa yang menyebabkan banyaknya peristiwa pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) hingga pada tahun 2023 belum juga pelanggaran HAM berat diselesaikan dan para korban belum mendapatkan hak – haknya seperti hak pemulihan atau dapat diebut hak reparasi. Pelanggaran HAM berat yang terjadi pada masa lalu dan belum mendapaktkan penyelesaian dari negara, hal tersebut membuktikan bawha tingkat keberhasilan perlindungan ydan penegakkan HAM di negara Indonesia masih tergolong rendah. Banyaknya statuta Internasional yang diratifikasi Indonesia pun belum bisa membuat Indonesia menyelesaikan permasalah HAM yang ada. Kendala terbesar dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu di Indonesia adalah kurangnya <em>political will</em> dari aparat negara sehingga regulasi yang ada tidak dapat berjalan dan bahkan tidak dapat dilaksanakan. Serta masih kurang komprehensifnya UU yang mengatur mengenai pengadilan HAM berat masa lalu, sehingga diperlukanya rekonstruksi agar penyelesaian pelanggaran HAM berat bisa berjalan.</p> <p><strong>Kata Kunci</strong>: Hak asasi manusia, Pelanggaran HAM yang berat, Hak Pemulihan</p> Copyright (c) 2024 Aisya Dewi Fatichatuz Zhaqiya, Ahmad Sholikin https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-11-12 2024-11-12 3 2 130 138 10.32734/rslr.v3i2.14231 Amicus Curiae dalam Sistem Peradilan Pidana: Perspektif KUHP Nasional dan Perbandingan https://talenta.usu.ac.id/rslr/article/view/16299 <p><em>The aim of this article is to examine the function of amicus curiae in the criminal justice system. To analyse this issue, this article uses normative legal research method and two approaches, namely the statutes approach and the comparative approach with the current regulations concerning amicus curiae in The United States of America. This article argues that in the National Criminal Code regime, amicus curiae will increasingly occupy an important and central position. This argument can be seen at least from the formulation of the Article 12 paragraph 2, Article 35, and Article 54. In all of these aspects, the values and sense of justice of the community are important for judges to consider. In this case, amicus curiae plays an important role to show how the community assesses the criminal case being tried. By conducting a comparative study with the regulation of amicus curiae in the United States, this article proposes three aspects to be considered in regulating the implementation of amicus curiae in Indonesia. These three aspects include the affirmation of the position of amicus curiae in Indonesian criminal procedure law, the regulation of the substance of amicus curiae, and the procedure for submitting amicus curiae to the Court. </em></p> Michael Nicola Prayoga Copyright (c) 2024 Michael Nicola Prayoga https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-11-12 2024-11-12 3 2 139 152 10.32734/rslr.v3i2.16299 Tindakan Eksibisionisme dalam Aplikasi Ome TV: Tinjauan Pemidanaan Menurut Hukum Positif di Indonesia https://talenta.usu.ac.id/rslr/article/view/16806 <p>Eksibisionisme melalui aplikasi Ome.TV mengacu kepada tindakan yang menampilkan perilaku atau konten secara eksplisit dan tindakan yang tidak pantas kepada orang lain menggunakan platform. Perilaku ini dianggap illegal menurut hukum positif di Indonesia dan memiliki konseksuensi hukum sebagai tindakan cabul atau tindakan menyimpang. Adapun permasalahan penelitian ini bagaimana pengaturan hukum mengenai tindakan eksibisionisme dalam aplikasi Ome.TV berdasarkan hukum positif di Indonesia? bagaimana pemidanaan yang dapat dikenakan bagi pelaku eksibisionisme dalam aplikasi Ome.TV? dan Bagaimana pertanggungjawaban yang dapat dituntut dari pihak pengelola atau pemilik aplikasi Ome. TV Penelitian ini bersifat normatif dan menggunakan data sekunder melalui studi kepustakaan didukung hasil wawancara.</p> <p>Hasil penelitian bahwa eksibisionisme merupakan tindakan penyimpangan seksual yang dapat dipidana dan termasuk kedalam pelanggaran menurut hukum positif di Indonesia. Mengenai pengaturan hukum tindakan eksibisionisme ini unsurnya terdapat di dalam“Pasal 281, dan Pasal&nbsp; 289 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Pasal 10 dan 36 Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, Pasal 414, Pasal 414 ayat (1) huruf c, dan Pasal 406 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.”Pemidanaan yang dapat dikenakan kepada pelaku tindakan eksibisionisme ini berupa pidana penjara dan denda, namun terdapat putusan hakim yang melepaskan pelaku eksibisionisme dari jeratan hukuman.</p> Ichwa Ria Aziz Nurmalawaty Edi Yunara Copyright (c) 2024 Ichwa Ria Aziz, Nurmalawaty, Edi Yunara https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-11-12 2024-11-12 3 2 153 163 10.32734/rslr.v3i2.16806 Implementasi Asas Itikad Baik Dalam Perjanjian Pinjam Uang (Studi PT. Permodalan Nasional Madani Mekaar) https://talenta.usu.ac.id/rslr/article/view/18162 <p>Setiap perjanjian&nbsp;termasuk perjanjian pinjam uang harus dilaksanakan dengan itikad baik sebagaimna yang ditetapkan dalam Pasal 1338 &nbsp;ayat (3) KUHPerdata. Itikad baik memiliki kedudukan dan peran penting dalam suatu perjanjian. Hal ini berdasarkan atas pemikiran bahwa apabila suatu perjanjian dilandasi oleh Itikad baik, maka dapat dipastikan perjanjian yang telah disepakati tidak menimbulkan permasalahan hukum seperti terjadinya wanprestasi. Tujuan &nbsp;penelitian ini adalah untuk mengetahui Ketentuan hukum asas itikad baik dalam perjanjian, penerapan asas itikad baik dalam perjanjian pinjaman uang di PT Permodalan Nasional Madani Mekaar dan akibat hukum jika tidak terpenuhinya asas itikad baik</p> Karmila Suryani Lilawati Ginting Copyright (c) 2024 Karmila Suryani, Lilawati Ginting https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-11-12 2024-11-12 3 2 164 173 10.32734/rslr.v3i2.18162 The Importance of Reconstructing Criminal Liability for Prostitution in the Reform of Criminal Law https://talenta.usu.ac.id/rslr/article/view/18223 <p>The practice of prostitution is currently evolving rapidly, primarily driven by the dissemination of information through electronic media. The lack of comprehensive regulations regarding prostitution allows the law to contribute to the development of this phenomenon. Insufficient regulation has created a new legal culture among those involved in prostitution, which has widespread effects on society. One of the most severe consequences of the widespread practice of prostitution is the spread of sexually transmitted diseases, which can impact the health of both those directly involved and individuals nearby, such as the partners of sex workers. This research aims to analyze the regulation of prostitution in Indonesia's criminal law today. Through this analysis, the importance of reforming the law to comprehensively regulate prostitution in the future is highlighted. The method used in this research is legal research with a normative approach, utilizing secondary data obtained through literature review and examination of legislation. The analytical method applied is prescriptive analysis. The findings indicate that although some regional regulations have addressed prostitution practices, there is no national regulation that explicitly governs prostitution. Recommendations for the future include providing a clear definition of prostitution, criminalizing consumers or users of prostitution services, criminalizing sex workers, reformulating offenses for pimps, implementing a double track system for sanctions, increasing criminal penalties, and clarifying the formulation of offenses.</p> <p><strong>Keywords:</strong> reconstruction, prostitution, criminal law.</p> Itok Copyright (c) 2024 Itok https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-11-12 2024-11-12 3 2 174 179 10.32734/rslr.v3i2.18223 Urgensi Ekstensi BAKAMLA RI Sebagai Buffer Agent dalam Menahan Laju Ekskalasi Ancaman di Laut China Selatan https://talenta.usu.ac.id/rslr/article/view/18233 <p><em>Indonesia merupakan negara yang secara geografis terdiri dari daratan yang berupa kepulauan dan lautan yang luasnya mencapai 2/3 keseluruhan luas wilayahnya. Hal ini berimplikasi pada adanya kekuatan alami yang dimiliki Indonesia yakni wilayah laut itu sendiri. Sebagai negara pemilik kekuatan, membuat Indonesia bisa saja sewaktu-waktu terseret dalam konflik yang bersifat multinasional. Salah satu konflik multinasional yang sedang dihadapi Indonesia saat ini adalah Konflik Laut China Selatan yang diakibatkan adanya pengakuan secara sepihak oleh Republik Rakyat China atas wilayah Laut China Selatan yang didasari atas Konsep Nine Dash Line. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan telaahan terhadap urgensi eksistensi Bakamla RI sebagai Buffer Agent dalam menahan laju ekskalasi ancaman di Laut China Selatan. Penelitian ini menggunakan Metode Penelitian Kualitatif dan juga merupakan Penelitian Hukum Normatif karena memiliki objek minor berupa kaidah atau aturan hukum. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah adanya dua hal yang mendasari urgensi eksistensi Bakamla RI sebagai Buffer Agent dalam menahan laju ekskalasi ancaman di Laut China Selatan yakni Bakamla RI sebagai Pendeteksi Dini dan Bakamla RI sebagai Penegak Hukum, yang diwujudkan dengan menerapkan Konsep Kewilayahan disertai dengan menempatkan Perangkat Pengawasan (Perangkat Deteksi Dini) untuk dapat menurunkan ekskalasi ancaman Keamanan Maritim tanpa perlu menghadirkan kapal patroli sepanjang waktu. </em></p> Ario Seno Jupriyanto Copyright (c) 2024 Ario Seno, Jupriyanto https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-11-12 2024-11-12 3 2 180 187 10.32734/rslr.v3i2.18233 Aktualisasi AAUPB Dalam Legislasi: Studi Relasional Politik Hukum Dan Kebijakan Publik https://talenta.usu.ac.id/rslr/article/view/18513 <p><strong>ABSTRACT</strong></p> <p>The primary element of state and government administration is public policy. Additionally, public policy plays a significant role in determining the relationship between the government and the people as well as serving as an indicator of the type of governance. Since government decisions are potentially influenced by public policy, researching public policy essentially entails analyzing government decisions. Every government decision about public policy must be formalized by statutory regulations. AAUPB must serve as the foundation for all public policy decisions made by the government. Since laws have traditionally been formed using the Formation of Legislative Regulations principles which, in the author's opinion, are merely formal and procedural principles that ignore the substantive side this study attempts to investigate the application of AAUPB in legal politics and legislative politics. According to the research's findings, it is very appropriate to utilize the AAUPB while creating statutory rules since it will ensure that the laws' content stays true to the welfare state's guiding principles. Normative research methods, which concentrate on analyzing primary and secondary legal material sources to offer solutions and address current issues, were used to construct this study.</p> <p><strong>ABSTRAK</strong></p> <p>Kebijakan publik merupakan komponen utama dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Kebijakan publik juga memilki kedudukan yang penting sebagai indikator corak pemerintahan dan faktor penentu relasi antara pemerintah dan rakyat. Kebijakan publik secara teoritis merupakan bagian dari Keputusan-keputusan pemerintah sehingga pada dasarnya mengkaji tentang kebijakan publik juga berarti mengkaji Keputusan pemerintah. Setiap kebijakan publik yang diputuskan oleh pemerintah haruslah dirumuskan dalam bentuk formal melalui Peraturan Perundang-Undangan. Keputusan pemerintah sebagai sebuah produk kebijakan publik haruslah di dasarkan atas AAUPB. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penerapan AAUPB dalam Politik Hukum dan Politik legislasi, hal ini karena selama ini pembentukan Undang-Undang selalu didasarkan atas asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang menurut penulis asas tersebut sejatinya hanyalah asas formil dan prosedural, yang tidak menyentuh sisi substantif. Hasil dari penelitian ini adalah penerapan AAUPB dalam pembentukan peraturan Perundang-Undangan sangat tepat untuk dilakukan, karena hal ini akan menjadikan peraturan yang disusun memiliki substansi yang tidak keluar dari filosfis negara kesejahteraan. Penelitian ini disusun menggunakan metode penelitian normative, yang berfokus pada mengkaji sumber bahan hukum primer dan sekunder untuk memberikan Solusi dan menjawab problematika yang ada.</p> Indra Bayu Nugroho Copyright (c) 2024 Indra Bayu Nugroho https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-11-12 2024-11-12 3 2 188 198 10.32734/rslr.v3i2.18513 Penerapan Asas Pacta Sunt Servanda dalam Jual Beli Online dengan Sistem Cash on Delivery (COD) https://talenta.usu.ac.id/rslr/article/view/18273 <p>This study examines the implementation of the Pacta Sunt Servanda principle in online buying and selling, specifically focusing on transactions using the Cash on Delivery (COD) system. The study emphasizes the importance of adhering to this principle to ensure that neither party is harmed in the transaction. However, it highlights that many sellers face disadvantages when buyers unilaterally terminate the agreement by refusing payment in COD transactions. The principle of pacta sunt servanda, which is binding and requires parties to comply with the agreed-upon terms, serves as the basis for the sale and purchase agreement and aims to minimize losses for buyers. The study concludes that Indonesian positive law regulates online transactions using the COD system and outlines legal consequences for buyers who do not follow the procedures, such as account blocking and reimbursement of costs and losses. Additionally, sellers are encouraged to seek legal protection and demand fulfillment of the buyer's obligations through legal action such as compensation claims.</p> <p> </p> <p>Penelitian ini mengkaji implementasi asas Pacta Sunt Servanda dalam jual beli online, secara khusus berfokus pada transaksi yang menggunakan sistem Cash on Delivery (COD). Studi ini menekankan pentingnya mematuhi prinsip ini untuk memastikan bahwa tidak ada pihak yang dirugikan dalam transaksi. Namun, studi ini menyoroti bahwa banyak penjual yang dirugikan ketika pembeli secara sepihak mengakhiri perjanjian dengan menolak pembayaran dalam transaksi COD. Asas pacta sunt servanda, yang mengikat dan mengharuskan para pihak untuk mematuhi persyaratan yang telah disepakati, menjadi dasar perjanjian jual beli dan bertujuan untuk meminimalkan kerugian bagi pembeli. Studi ini menyimpulkan bahwa hukum positif Indonesia mengatur transaksi online dengan sistem COD dan menguraikan konsekuensi hukum bagi pembeli yang tidak mengikuti prosedur, seperti pemblokiran akun dan penggantian biaya dan kerugian. Selain itu, penjual didorong untuk mencari perlindungan hukum dan menuntut pemenuhan kewajiban pembeli melalui upaya hukum seperti tuntutan ganti rugi.</p> sevina rezika Lilawati Ginting Copyright (c) 2024 sevina rezika, Lilawati Ginting https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-11-12 2024-11-12 3 2 199 210 10.32734/rslr.v3i2.18273 The Urgency of Implementing Step-In Rights Clauses in Project Financing Contracts in Indonesia https://talenta.usu.ac.id/rslr/article/view/18577 <p>The increasing infrastructure development in Indonesia today is directly proportional to the growing need for funding to support such projects. The funding model commonly used in infrastructure development is project finance, where risk management and cost allocation are shared among the project participants. As infrastructure projects become more complex and long-term, they often face various issues such as cash flow problems and losses incurred in the event of default. These issues can actually be addressed by implementing the Step-In Rights Clause, which grants the employer the right to intervene in the work of the contractor. However, the regulation of the step-in rights clause has not yet been explicitly governed by Indonesian legislation. This paper aims to explain the urgency of applying the step-in rights clause in construction contracts. The article employs a normative legal research method with a statute approach and a conceptual approach. In practice, the application of the step-in rights clause offers many advantages and has been implemented in several countries, including Australia.</p> <p> </p> <p>Meningkatnya pembangunan infrastruktur di Indonesia saat ini berbanding lurus dengan meningkatnya kebutuhan pendanaan untuk mendukung proyek-proyek tersebut. Model pendanaan yang umum digunakan dalam pembangunan infrastruktur adalah project finance, di mana pengelolaan risiko dan alokasi biaya dibagi di antara para peserta proyek. Seiring dengan semakin kompleksnya proyek infrastruktur dan berjangka panjang, proyek-proyek tersebut kerap kali menghadapi berbagai permasalahan seperti masalah arus kas dan kerugian yang timbul jika terjadi wanprestasi. Permasalahan tersebut sebenarnya dapat diatasi dengan penerapan Step-In Rights Clause yang memberikan hak kepada pemberi kerja untuk melakukan intervensi terhadap pekerjaan kontraktor. Akan tetapi, pengaturan mengenai step-in rights clause belum diatur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan urgensi penerapan step-in rights clause dalam kontrak konstruksi. Artikel ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Dalam praktiknya, penerapan step-in rights clause memiliki banyak keuntungan dan telah diterapkan di beberapa negara, termasuk Australia.<br />Kata kunci: Proyek infrastruktur, Hak campur tangan, Pembiayaan proyek</p> Naomi Audri Klarisa Sitompul Jevvon Suherman Hidayat Dita Nur Faizal Hamit Tantio Lumban Gaol Adelina Mariani Sihombing Copyright (c) 2024 Naomi Audri Klarisa Sitompul, Jevvon Suherman, Hidayat Dita Nur Faizal, Hamit Tantio Lumban Gaol, Adelina Mariani Sihombing https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 2024-11-12 2024-11-12 3 2 211 227 10.32734/rslr.v3i2.18577