ADAPTASI ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI PADA TEMPAT-TEMPAT KOMUNAL DI DESA BALINURAGA, KALIANDA, LAMPUNG SELATAN
DOI:
https://doi.org/10.32734/koridor.v9i2.1373Keywords:
Adaptasi, Arsitektur Tradisional Bali, Permukiman Tradisional, Etnis Nusa Penida, AGILAbstract
Kebudayaan tercipta dari perilaku dan pandangan hidup suatu tatanan masyarakat dengan latar belakang tertentu. Perilaku pemukim pada suatu permukiman menghasilkan keberagaman dan pola yang unik sehingga melahirkan identitas pada kebudayaannya sendiri dan pada wilayah tertentu. Adapun proses yang dihasilkan dari kemampuan manusia untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya demi bertahan hidup serta adanya perubahan pola dan pandangan hidup manusia disebut adaptasi. Adaptasi tentu dilakukan oleh setiap suku pendatang di daerah perantauannya. Proses adaptasi memiliki konsep Adaptation (adaptasi), Goals (tujuan), Integration (integrasi), dan Lattern Pattern Maintenance (pemeliharaan pola-pola) sesuai dengan teori yang disebutkan oleh Partson. Adapun salah satu kasus dari terjadinya proses adaptasi terjadi pada masyarakat suku Bali etnis Nusa Penida yang merantau ke tanah Lampung, Sumatra sejak tahun 1950an memiliki kemampuan beradaptasi yang baik dengan bukti mereka dapat bertahan hidup dengan menghasilkan kondisi sosial dan ekonominya yang cukup baik. Pada penelitian ini, fokus penelitian pada adaptasi arsitektur tradisional Bali yang menganut asta kosala-kosali pada tempat-tempat komunal di desa Balinuraga, Kalianda, Lampung Selatan. Tempat komunal pada asta kosala-kosali terdapat sedikitnya 6 tipe tempat-tempat komunal dengan beberapa tingkatan, yakni tingkat satu kepala keluarga, keluarga satu marga (pemaksan), banjar (dusun), dan tingkat desa. Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif yang akan dilaksanakan dengan membandingkan data sekunder mengenai tempat-tempat komunal pada permukiman tradisional masyarakat Bali di Bali dan data hasil dari observasi serta wawancara dengan warga di desa Balinuraga, Kalianda, Lampung Selatan. Ditemukan perbedaan berupa penggunaan fungsi dari tempat-tempat komunal serta ketiadaan bale banjar pada tingkat desa. Ditemukan faktor-faktor yang mempengaruhi proses adaptasi adalah ekonomi, perubahan ekologis, politik, kebudayaan, dan sosialisasi.