Populisme Etno-Religius, Politik Segregasi, dan Rezim Hibrida: Kasus Malaysia
DOI:
https://doi.org/10.32734/politeia.v17i01.16033Keywords:
Malaysia, Populisme, Etno-religius, Rezim Hibrida, DemokrasiAbstract
Malaysia merupakan salah satu negara demokrasi di Asia Tenggara dengan ciri yang unik. Keberadaan demokrasi didasari oleh fakta bahwa Malaysia memiliki instrumen prasyarat demokrasi. Selain itu, Malaysia adalah negara yang relatif heterogen dengan masyarakat multietnis. Namun, sejak pascakrisis finansial Asia pada tahun 1997, Malaysia mulai mengalami gejolak dan perubahan politik dengan meningkatnya populisme dengan penggunaan wacana etnis dan agama dalam persaingan elektoral. Dengan menggunakan metode kualitatif, studi ini berfokus pada bagaimana perkembangan populisme etno-religius dalam rezim hibrida di Malaysia dengan membahas populisme yang berangkat dari tiga faktor: komposisi etnis, konfigurasi partai politik dan pemerintahan, dan revivalisme agama Islam. Temuan penting dari studi ini adalah bahwa populisme yang terjadi di Malaysia tidak serta-merta sesuai dengan definisi populisme klasik (populisme dengan “p†kecil) karena lebih berputar pada persaingan ideologis elite partai politik daripada perjuangan rakyat vs elite. Populisme etno-religius ini menandai akhir dominasi UMNO dan awal dinamika politik antara kelompok nasionalis Melayu, Islamis konservatif, dan progresif-reformis.
Downloads
Downloads
Published
Issue
Section
License
Copyright (c) 2025 Politeia: Jurnal Ilmu Politik

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.